Firman Allah s.w.t dalam hadis qudsi:
Tidak ada perlindungan yang lebih kuat bagi hamba-hamba-Ku kecuali mensedikitkan makan. (Hadis Qudsi riwayat Ad-Dailami drpd Abdullah Ibnu Abbas a.s)
Firman Allah:
Dan makanlah serta minumlah, dan jangan pula kamu melampau. Sesungguhnya Allah tidak suka akan orang yang melampaui batas. (Surah Al-A'raaf:31)
Sabda Nabi s.a.w.:
Tidak ada satu bekas pun yang diisi oleh anak Adam, lebih buruk daripada perutnya. Cukuplah baginya beberapa suapan, untuk memperkukuhkan tulang belakangnya agar dapat tegak. Apabila tidak dapat dihindari, maka satu pertiga untuk makanannya, satu pertiga lagi untuk minumannya dan satu pertiga untuk nafasnya. (HR At-Tirmizi, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban)
Orang mukmin makan untuk satu perut sedangkan orang kafir makan untuk tujuh perut. (Muttafaq alaih)
Nota saya: Cukuplah al-Quran dan hadith menjadi panduan hidup kita...bukan selain daripada kedua-duanya.
Monday, May 30, 2011
Wednesday, May 18, 2011
Monday, May 16, 2011
Gagal Akibat Dikhianati?
Dikhianati adalah sangat sakit. Yang melakukannya adalah orang yang paling anda tidak sangka. Dia terlalu dekat dengan anda. Sesungguhnya anda sangat percayakannya, tetapi sebenarnya dialah yang telah menyusun strategi untuk menjatuhkan diri anda. Ini memang sakit. Sebab itu orang yang dikhianati boleh merajuk panjang atau mengambil hukuman di tangan sendiri.
Hadis nabi: .....maanusia di pagi lagi ada yang menjual dirinya (memelihara diri daripada seksaan Allah) dan ada juga yang membinasakan dirinya sendiri (tidak inginkan keredhaan Allah) -HR Muslim.
Mereka yang khianat adalah mereka yang membinasakan dirinya sendiri, seolah-olah tidak inginkan keredhaan Allah. Jadi, apa nak kisah sangat?
Memang anda tidak akan terlawan kalau orang mahu mengkhianati anda, sebab dia berada terlalu hampir dengan anda. Orang kata, musuh di seberang masih boleh nampak, tapi kalau musuh dalam keluarga sendiri setelah mengaku pun payah hendak percaya.
Jangan sesekali melakukan perkara yang sama terhadapnya. Jika anda melakukan begitu, anda pun sama jahat. Yang betul, jadikan semua pengkhianatan itu sebagai modal memperkuat jatidiri. Tertawalah oleh apa yang orang lakukan terhadap anda. Jika orang itu tahu anda tertawa, dia akan semakin sakit jiwa, silap-silap gila.
Orang mengkhianati anda sebab dia mahu tengok anda gelisah, tersungkur, menangis, sewel. Kalau boleh dia mahu tengok anda jatuh tergolek dan mati. Jika anda betul-betul gelisah, tersungkur, menanigs, sewel, jatuh tergolek, bukankah itu memberi kemenangan percuma kepadanya?
Usah berlawan dengan si pengkhianat. Sebaliknya semakin fokus dengan kerja yang anda usahakan. Anggap itu cabaran untuk lebih berjaya.
Hadis nabi: .....maanusia di pagi lagi ada yang menjual dirinya (memelihara diri daripada seksaan Allah) dan ada juga yang membinasakan dirinya sendiri (tidak inginkan keredhaan Allah) -HR Muslim.
Mereka yang khianat adalah mereka yang membinasakan dirinya sendiri, seolah-olah tidak inginkan keredhaan Allah. Jadi, apa nak kisah sangat?
Memang anda tidak akan terlawan kalau orang mahu mengkhianati anda, sebab dia berada terlalu hampir dengan anda. Orang kata, musuh di seberang masih boleh nampak, tapi kalau musuh dalam keluarga sendiri setelah mengaku pun payah hendak percaya.
Jangan sesekali melakukan perkara yang sama terhadapnya. Jika anda melakukan begitu, anda pun sama jahat. Yang betul, jadikan semua pengkhianatan itu sebagai modal memperkuat jatidiri. Tertawalah oleh apa yang orang lakukan terhadap anda. Jika orang itu tahu anda tertawa, dia akan semakin sakit jiwa, silap-silap gila.
Orang mengkhianati anda sebab dia mahu tengok anda gelisah, tersungkur, menangis, sewel. Kalau boleh dia mahu tengok anda jatuh tergolek dan mati. Jika anda betul-betul gelisah, tersungkur, menanigs, sewel, jatuh tergolek, bukankah itu memberi kemenangan percuma kepadanya?
Usah berlawan dengan si pengkhianat. Sebaliknya semakin fokus dengan kerja yang anda usahakan. Anggap itu cabaran untuk lebih berjaya.
~Dr. HM Tuah Iskandar al-Haj~
What Not to Buy at Ikea (US Version)
Ikea offers sleek, modern design at such reasonable prices it’s no wonder that the average customer in the United States drives 50 miles round trip to shop the inspiration rooms (and inevitably dine at the equally impressive smorgasbord of cafeteria food). While we’re huge fans of the Scandinavian design behemoth's trendy home accents, wall art, graphic rugs, and highly functional accent furniture, there are certain things not worth the trip. Here are five items you’d be wise to re-think:
1. Mattresses
When it comes to mattresses, the saying you get what you pay for rings true. And because getting consistent good nights’ sleeps is crucial for your health, opting for a quality mattress is a wise investment. Ikea offers mattresses at a price range from $80 for a simple, twin-sized spring mattress to $649 for a king-size foam mattress. While the latter promises pressure-relieving and temperature-stabilizing technology at a seemingly reasonable price, the price structure is a bit misleading. To walk away from Ikea with a complete bed set, you’d have to purchase three more items: A bed base, foundation, and at least one mattress pad, adding almost $500 more to your total cost. What seems like a good deal on the surface, actually turns out to be what you’d be spend for a full set at any other mattress retailer, such as Mancini’s Sleep World or Sleep Train. Furthermore, you don’t get the free delivery and set-up or the ability to negotiate payment plans like you would at most mattress-specific retailers, which are constantly offering promotions and deals in an effort to stay competitive.
2. Imitation Wood Products You’ll Use Every Day
Ikea is full of products that look like wood but are actually made of laminate or pressed wood—or wood particles glued together. These pieces are generally of lower quality and won’t last as long as the real thing. While purchasing accent furniture or bookshelves in this material might serve you well, you might find yourself replacing that laminate coffee or dining table within a year as the daily use will cause the laminate to peal away at the edges or become stained or scratched.
Killer Furniture for Every Room
3. Dinnerware
If you’re looking for a simple, no-frills dinner set, Ikea's $25 set of six plates, side plates, and bowls, might fit your needs. But you’d be able to find a similar set at Target or other retailers for the same price. And if you’d like your flatware to make a bit more of a statement, Ikea’s selection is lacking. While the Scandinavian purveyor offers more than enough ways to add flair to your pad at a reasonable price, their specialty is not stylish flatware. We recommend filling your Ikea cart with tabletop accents or wall art, but scooping up china flatware when department stores like Macy’s offer sales because you’ll have much more inventory to choose from.
4. Quality Cutlery
Any professional chef or avid home cook will tell you that a quality set of knives is essential. And unfortunately, quality requires investment. There’s no way the $10 set Ikea offers will provide the ease, precision, longevity, or efficiency that a professional knife set promises.
Kitchen Gadgets That Make You Want to Cook!
5. Things with Complicated Assembly Instructions
Unless you’re a natural handyman (or know someone who is) or simply must have that bookshelf that comes in a gazillion pieces, be wary of some of the items that require a huge amount of DIY assembly. Purchasing a fully-formed bookshelf elsewhere for a bit more might be worth what you save in time and sanity.
1. Mattresses
When it comes to mattresses, the saying you get what you pay for rings true. And because getting consistent good nights’ sleeps is crucial for your health, opting for a quality mattress is a wise investment. Ikea offers mattresses at a price range from $80 for a simple, twin-sized spring mattress to $649 for a king-size foam mattress. While the latter promises pressure-relieving and temperature-stabilizing technology at a seemingly reasonable price, the price structure is a bit misleading. To walk away from Ikea with a complete bed set, you’d have to purchase three more items: A bed base, foundation, and at least one mattress pad, adding almost $500 more to your total cost. What seems like a good deal on the surface, actually turns out to be what you’d be spend for a full set at any other mattress retailer, such as Mancini’s Sleep World or Sleep Train. Furthermore, you don’t get the free delivery and set-up or the ability to negotiate payment plans like you would at most mattress-specific retailers, which are constantly offering promotions and deals in an effort to stay competitive.
2. Imitation Wood Products You’ll Use Every Day
Ikea is full of products that look like wood but are actually made of laminate or pressed wood—or wood particles glued together. These pieces are generally of lower quality and won’t last as long as the real thing. While purchasing accent furniture or bookshelves in this material might serve you well, you might find yourself replacing that laminate coffee or dining table within a year as the daily use will cause the laminate to peal away at the edges or become stained or scratched.
Killer Furniture for Every Room
3. Dinnerware
If you’re looking for a simple, no-frills dinner set, Ikea's $25 set of six plates, side plates, and bowls, might fit your needs. But you’d be able to find a similar set at Target or other retailers for the same price. And if you’d like your flatware to make a bit more of a statement, Ikea’s selection is lacking. While the Scandinavian purveyor offers more than enough ways to add flair to your pad at a reasonable price, their specialty is not stylish flatware. We recommend filling your Ikea cart with tabletop accents or wall art, but scooping up china flatware when department stores like Macy’s offer sales because you’ll have much more inventory to choose from.
4. Quality Cutlery
Any professional chef or avid home cook will tell you that a quality set of knives is essential. And unfortunately, quality requires investment. There’s no way the $10 set Ikea offers will provide the ease, precision, longevity, or efficiency that a professional knife set promises.
Kitchen Gadgets That Make You Want to Cook!
5. Things with Complicated Assembly Instructions
Unless you’re a natural handyman (or know someone who is) or simply must have that bookshelf that comes in a gazillion pieces, be wary of some of the items that require a huge amount of DIY assembly. Purchasing a fully-formed bookshelf elsewhere for a bit more might be worth what you save in time and sanity.
Thursday, May 12, 2011
تعريف الفقيه والرئيس والغني
تعريف الفقيه والرئيس والغني
إن الفقيه هـو الفقيـه بفعلـه
ليس الفقيـه بنطقـه ومقالـه
وكذا الرئيس هو الرئيس بخلقه
ليس الرئيس بقومه ورجالـه
وكذا الغني هو الغني بحالـه
ليس الغنـي بملكـه وبمالـه
Wednesday, May 11, 2011
Pabila Diburu Kerinduan...
Cuba teka, yang mana satu anak sulung?
Kenangan manis waktu bercuti di Cameron Highlands
Kami sering ditanya: Ini grup mak andam ke?
Lima serangkai...
momen ceria di PWTC
Raya 2010
Lagi...Raya 2010
Percutian Keluarga di Pulau Pangkor
...sempena ulangtahun perkahwinanku yang ke-7
...pabila diburu kerinduan
akan kutatap wajah adik-adikku dalam foto kami bersama...
Tuesday, May 10, 2011
Mencari Suami Mithali
Dah lama kahwin tapi masih tercari-cari? Itulah masalahnya, jika niat lelaki berkahwin hanya untuk cari orang menguruskan hidupnya. 200% orang itu disuruh menjadi pekerja dalam rumah tangganya...sedangkan dia menggelar diri sebagai raja. Hanya tahu suruh itu, suruh ini...mujurlah dapat isteri yang baik hati...
Bagi pihak isteri, teringinlah juga dihargai suami. Teringin nak tengok apa jadinya jika suami sudi bertolak-ansur. Kiamatkah? Teringin nak miliki suami yang mithali...susah ke?
Oh, senang saja nak jadi suami mithali...pabila hati terasa keras dan enggan melepaskan title suami sebagai ketua rumah tangga, kembalilah ke pangkuan jalan dengan mengingati sirah Rasul Agung kita Muhammad s.a.w. Sehebat-hebat baginda sebagai nabi, rasul dan kekasih Allah, baginda menjahit sendiri bajunya yang koyak. Suami mithali tidak suka menyusahkan isteri...
Bagi pihak isteri, teringinlah juga dihargai suami. Teringin nak tengok apa jadinya jika suami sudi bertolak-ansur. Kiamatkah? Teringin nak miliki suami yang mithali...susah ke?
- suami yang tahu menghargai penat-lelah isteri, terutama isteri yang sama-sama bekerja dan sama-sama terpaksa menanggung hutang.
- suami yang sudi memandang wajah isteri bila isteri bercakap.
- suami yang tidak membandingkan masakan isteri atau cara isteri menghias rumah dengan masakan dan cara ibunya.
- suami yang sama-sama menjaga anak.
- suami yang tidak goyang kaki atas sofa sedangkan isteri tak kering peluh menguruskan rumah tangga sebaik balik dari kerja.
- suami yang ingat isteri ketika makan. Jangan pula melantak sampai licin semua makanan!
- suami yang tidak membandingkan saiz badan isteri dengan ahli keluarganya mahupun pekerja di pejabatnya.
- suami yang tahu mengucapkan terima kasih dan maaf.
- suami yang pandai memuji, sikitpun dah cukup...hilang serta-merta penat isteri mendengar pujian suami.
Oh, senang saja nak jadi suami mithali...pabila hati terasa keras dan enggan melepaskan title suami sebagai ketua rumah tangga, kembalilah ke pangkuan jalan dengan mengingati sirah Rasul Agung kita Muhammad s.a.w. Sehebat-hebat baginda sebagai nabi, rasul dan kekasih Allah, baginda menjahit sendiri bajunya yang koyak. Suami mithali tidak suka menyusahkan isteri...
Monday, May 9, 2011
10 tahun mencari cinta
melihat pasangan remaja bercanda di tepi tasik, di taman permainan, di pusat membeli-belah...tak kira tempat itu tersorok, terbuka, tiada orang atau sesak dengan pengunjung...asyik-mahsyuk sekali. begitu mudahkah mereka mendapat cinta?
sesudah diijab dengan akad yang sah, dan dikabul dengan mas kahwin yang halal, kenapa cinta menjadi terlalu sukar? seolah-olah cinta itu lari menyorok, ataupun hilang entah ke mana.
cinta pasangan belum berkahwin dan cinta pasangan yang sudah berkahwin pun boleh kita bezakan dengan mudah. walau bagaimanapun, cinta sebelum berkahwin dan cinta sesudah berkahwin amat berbeza definisinya.
pabila suami atau isteri mula dihambat tugasan dan kerjaya, adakalanya cinta sudah lupa diungkap, adakalanya cinta sudah lupa untuk dizahirkan. bukan tiada cinta. cinta masih ada, cuma...adakalanya cinta dipandang tidak lagi penting seperti sebelum kahwin.
adakalanya pula cinta membuahkan cemburu yang melulu. adakalanya cinta menjadi punca perpisahan. cinta yang terlalu banyak merimaskan, cinta yang terlalu sedikit pula...menyedihkan.
mana satu cinta yang mesti kita pegang? dalam perkahwinan, keperluan cinta bagi setiap pasangan tidak sama. jangan pula memandang suami orang yang romantik sebagai kekurangan suami anda yang tidak romantik. usahlah memandang isteri orang yang cantik sebagai kekurangan isteri anda yang tidak cantik. jika cinta diletak kena pada tempatnya, bukanlah romantik atau cantik yang menjadi persoalannya.
dalam perkahwinan, cinta mestilah disulami dengan persefahaman, tolak-ansur dan menerima tanpa banyak keluhan. sebab perkahwinan bukanlah cinta semata-mata. perkahwinan ada komitmen lain yang lebih penting termasuklah zuriat, kerjaya dan matlamat membina ummah yang terbilang.
ada perkahwinan hancur beralaskan cinta. kata isteri, suami tidak lagi mencintainya seperti waktu sebelum nikah. suami terlalu rajin bekerja. kata suami pula, isteri tidak lagi mencintainya sama seperti muda-muda. isteri asyik luangkan masa untuk anak-anak sahaja.
masing-masing saling menyalahkan. aneh. tetapi itulah perkahwinan. setiap orang hanya akan mengetahui sesudah memasukinya. jadi, jangan sewenang-wenang membandingkan cinta sebelum kahwin dan cinta sesudah kahwin. kebanyakan orang mengalami cinta yang tidak serupa dalam dua alam ini.
ada orang seronok bercinta ketika sebelum nikah sahaja. sesudah nikah, (walaupun bernikah dengan orang yang sama ketika bercinta), rasanya tidak sama lagi. walau bagaimanapun, ikhtiar masih perlu. jangan biarkan rumahtangga yang dibina dengan susah-payah itu hambar begitu sahaja. cinta tetap perlu. tetapi dalam bentuknya yang tersendiri.
sebab itulah ada pasangan yang terpaksa mengambil masa...10 tahun untuk mencari cintanya...cinta sesudah ijab dan kabul...
Friday, May 6, 2011
Terakhir Atau Terbaik?
~bekerjalah kamu seolah-olah kamu akan hidup 1000 tahun lagi, beribadatlah seolah-olah kamu akan mati esok hari~
Akhir-akhir ini kita selalu mendengar dan membaca nasihat yang berbunyi: Buatlah sesuatu pekerjaan itu seolah-olah ia yang terakhir.
Apa kata anda? Setuju atau tidak setuju?
Saya tidak setuju. Jika kita melakukan sesuatu dengan niat inilah yang terakhir, tentu ada rasa pasrah, sedih, kecewa dan segala macam perasaan negatif di dalamnya. Sebabnya, lepas ini, aku dah tak boleh buat lagi.
Saya pernah baca dalam majalah, tentang seorang tokoh wanita yang ternama dalam bidang terhormat. Prinsip beliau juga begitu; buat sesuatu seolah-olah ia yang terakhir.
Jika prinsip ini diamalkan, maksudnya, jika seorang isteri melayan suami malam ini, dia akan melayan seolah-olah esok dia akan berpisah selama-lamanya dengan suami. Tidakkah dalam layanan itu akan terselit rasa sebak dan pilu, instead of semangat?
Ambil contoh lain pula;umpamanya seorang pegawai yang akan bersara pada hari esok. Jadi, hari ini merupakan hari terakhir dia bekerja. Kita boleh menilai seluruh dedikasinya selama puluhan tahun dalam kerjayanya dengan begitu mudah. Cuba dengar apa yang dia kata dan pandang ekspresi wajahnya tentang kerjanya pada hari terakhir sebelum bersara. Yang ini:
"Last day dah ni," katanya dengan wajah bercahaya.
atau yang ini:
"Ni last day. Esok dah tak dapat menghadap semua ni lagi..." ujarnya dengan wajah yang muram.
Ekspresi pertama menunjukkan bahawa selama ini dia memang 'terpaksa' bekerja, hinggalah tiba masa bersara barulah dia rasa lega. Ekspresi kedua pula menggambarkan kesedihannya terpaksa meninggalkan kerjaya yang sudah menjadi darah dagingnya. Pada saya, jika pegawai ini memegang prinsip buat sesuatu untuk kali terakhir, maka kedua-dua ekspresi di atas sangat-sangat tak kena!
Apa salahnya...kita kata; aku mahu buat sesuatu yang terbaik. Tak kisahlah ia yang terakhir atau pertama kali. Ayat beribadatlah kamu seolah-olah akan mati esok hari tidak bermaksud buat kerja A untuk kali terakhir tanpa memikirkan kualitinya. Yang penting ialah kualiti, bukan bilangan. Sedangkan kita pernah dipesan, taburlah benih yang ada di tangan sekalipun pada waktu itu sangkakala sedang ditiupkan. Maksudnya, kita mesti merebut peluang untuk buat sesuatu yang terbaik dalam situasi yang getir.
Ingat lagikah ketika Nabi s.a.w menyampaikan khutbah terakhir baginda? Adakah pada waktu itu, baginda ada berkata, "Aku sedang sakit dan inilah khutbahku yang terakhir..." Tidak!
Ketika ayat 3 Surah Al-Maidah diturunkan, baginda tahu urusan dakwah sudah selesai. Islam pula sudah tersebar sebagaimana sepatutnya. Para sahabat mula bersedih kerana masa untuk Nabi berangkat sudah tiba. Apakah pada ketika itu, Nabi ada berkata, inilah baktiku yang terakhir...? Tidak sama sekali. Ketika sakit menanggung sakarat pun, baginda masih merintih ummati, ummati. Maksudnya, baginda tidak menganggap keberangkatannya menemui Ilahi sebagai langkah terakhir dalam dakwahnya.
Saya lebih suka memegang prinsip hari ini lebih daripada semalam dan esok lebih baik daripada hari ini. Dengan itu, kita akan sentiasa memperbaiki amalan seharian, menambahkan ilmu, bermuhasabah tentang perbuatan yang dilakukan semalam dan mempertingkatkan kualiti usia pada hari berikutnya. Dengan itu kita akan bersemangat pada setiap hari, dan sentiasa bersedia menghadapi mati.
Bayangkan jika kita anggap, 'inilah solatku yang terakhir, esok tak ada lagi' ...bukankah ia bernada sedih...dan pasrah...dan cinta dunia? Kenapa pula hendak berkata ini yang terakhir, sedangkan kita dituntut berfikiran 'bekerjalah seolah-olah kamu akan hidup 1000 tahun lagi'? Jadi, jika ini yang terakhir, maknanya kita dengan mudah menoktahkan usaha dan berhenti di kaki takdir yang kita sendiri belum tahu kesudahannya.
Jadi, apa pilihan anda? Yang terakhir atau yang terbaik???
Akhir-akhir ini kita selalu mendengar dan membaca nasihat yang berbunyi: Buatlah sesuatu pekerjaan itu seolah-olah ia yang terakhir.
Apa kata anda? Setuju atau tidak setuju?
Saya tidak setuju. Jika kita melakukan sesuatu dengan niat inilah yang terakhir, tentu ada rasa pasrah, sedih, kecewa dan segala macam perasaan negatif di dalamnya. Sebabnya, lepas ini, aku dah tak boleh buat lagi.
Saya pernah baca dalam majalah, tentang seorang tokoh wanita yang ternama dalam bidang terhormat. Prinsip beliau juga begitu; buat sesuatu seolah-olah ia yang terakhir.
Jika prinsip ini diamalkan, maksudnya, jika seorang isteri melayan suami malam ini, dia akan melayan seolah-olah esok dia akan berpisah selama-lamanya dengan suami. Tidakkah dalam layanan itu akan terselit rasa sebak dan pilu, instead of semangat?
Ambil contoh lain pula;umpamanya seorang pegawai yang akan bersara pada hari esok. Jadi, hari ini merupakan hari terakhir dia bekerja. Kita boleh menilai seluruh dedikasinya selama puluhan tahun dalam kerjayanya dengan begitu mudah. Cuba dengar apa yang dia kata dan pandang ekspresi wajahnya tentang kerjanya pada hari terakhir sebelum bersara. Yang ini:
"Last day dah ni," katanya dengan wajah bercahaya.
atau yang ini:
"Ni last day. Esok dah tak dapat menghadap semua ni lagi..." ujarnya dengan wajah yang muram.
Ekspresi pertama menunjukkan bahawa selama ini dia memang 'terpaksa' bekerja, hinggalah tiba masa bersara barulah dia rasa lega. Ekspresi kedua pula menggambarkan kesedihannya terpaksa meninggalkan kerjaya yang sudah menjadi darah dagingnya. Pada saya, jika pegawai ini memegang prinsip buat sesuatu untuk kali terakhir, maka kedua-dua ekspresi di atas sangat-sangat tak kena!
Apa salahnya...kita kata; aku mahu buat sesuatu yang terbaik. Tak kisahlah ia yang terakhir atau pertama kali. Ayat beribadatlah kamu seolah-olah akan mati esok hari tidak bermaksud buat kerja A untuk kali terakhir tanpa memikirkan kualitinya. Yang penting ialah kualiti, bukan bilangan. Sedangkan kita pernah dipesan, taburlah benih yang ada di tangan sekalipun pada waktu itu sangkakala sedang ditiupkan. Maksudnya, kita mesti merebut peluang untuk buat sesuatu yang terbaik dalam situasi yang getir.
Ingat lagikah ketika Nabi s.a.w menyampaikan khutbah terakhir baginda? Adakah pada waktu itu, baginda ada berkata, "Aku sedang sakit dan inilah khutbahku yang terakhir..." Tidak!
Ketika ayat 3 Surah Al-Maidah diturunkan, baginda tahu urusan dakwah sudah selesai. Islam pula sudah tersebar sebagaimana sepatutnya. Para sahabat mula bersedih kerana masa untuk Nabi berangkat sudah tiba. Apakah pada ketika itu, Nabi ada berkata, inilah baktiku yang terakhir...? Tidak sama sekali. Ketika sakit menanggung sakarat pun, baginda masih merintih ummati, ummati. Maksudnya, baginda tidak menganggap keberangkatannya menemui Ilahi sebagai langkah terakhir dalam dakwahnya.
Saya lebih suka memegang prinsip hari ini lebih daripada semalam dan esok lebih baik daripada hari ini. Dengan itu, kita akan sentiasa memperbaiki amalan seharian, menambahkan ilmu, bermuhasabah tentang perbuatan yang dilakukan semalam dan mempertingkatkan kualiti usia pada hari berikutnya. Dengan itu kita akan bersemangat pada setiap hari, dan sentiasa bersedia menghadapi mati.
Bayangkan jika kita anggap, 'inilah solatku yang terakhir, esok tak ada lagi' ...bukankah ia bernada sedih...dan pasrah...dan cinta dunia? Kenapa pula hendak berkata ini yang terakhir, sedangkan kita dituntut berfikiran 'bekerjalah seolah-olah kamu akan hidup 1000 tahun lagi'? Jadi, jika ini yang terakhir, maknanya kita dengan mudah menoktahkan usaha dan berhenti di kaki takdir yang kita sendiri belum tahu kesudahannya.
Jadi, apa pilihan anda? Yang terakhir atau yang terbaik???
Thursday, May 5, 2011
Air Mata Lelaki
Benarkah lelaki ego? Disebabkan egolah, maka lelaki tidak boleh menangis? Jika setitik air mata lelaki tumpah, apa maknanya?
Mengapa pula aku mesti menangis? Di hadapanku ini ada sekujur tubuh yang terlantar koma. Betapapun aku cuba menghindar, apa yang pernah dilakukan oleh sekujur tubuh itu bagai dilakonkan semula. Sebelum dia koma, aku sengaja menghalau bayangan-bayangan yang mengganggug, tentang apa yang pernah dilakukan untukku. Aku sengaja buat tak tahu. Aku sengaja tak mahu ambil tahu...
1. Kesudiannya menerimaku sebagai suaminya, sedangkan dia bukannya tak tahu, aku tiada pelajaran. Sedangkan kelulusannya setinggi awan. Kerjayanya juga bergaji lumayan. Dia tak kisah. Demi cinta, dia rela.
2. Kesudiannya mengandungkan zuriatku. Ternyata isteriku tidak mandul. Dan ternyata, aku lelaki yang berupaya. Benih yang kutanam dalam rahimnya membesar dengan subur. Dia termengah-mengah tapi aku buat tak endah. Biarlah, itu memang tugas dia: mengandungkan anakku.
3. Dia selalu cuba untuk memberitahuku sedikit-sedikit tentang kewajipan dalam Islam. Kata-katanya berhemah. Seboleh-boleh, dia tak mahu aku tersinggung walaupun sebenarnya tanggungjawab membimbing keluarga berada di tanganku sebagai ketua, bukan dia. Tapi aku buat tak endah juga. Padaku, apa hak dia menasihatiku? Bukannya aku tak tahu hukum-hakam agama. Bila suaranya kedengaran sedikit keras, selamba saja aku bidas dia dengan berkata, tengoklah tu...cakap suara meninggi. Tak reti hormat suami!
4. Aku selalu sibuk cari duit. Jadi, waktu hamil dia pergi ke klinik sendiri. Apa salahnya? Aku kan sibuk, lagipun dia pandai memandu. Takkan itupun tak faham? Dia jarang beritahu apa kata doktor selepas pemeriksaan. Ada aku kisah?
5. Sepanjang hamil, aku tak pernah menghantar dia ke tempat kerja. Jalan sesak, terpaksa keluar seawal pagi setiap hari...biarlah. Siapa suruh dia nak kerja sangat? Gaji aku, walaupun sikit, sebenarnya masih boleh sara keluarga!
6. Tiap kali dia mengadu penat, senang-senang saja aku suruh dia berhenti kerja. Dia terdiam. Lepas dapat jawapan power itu, dia tak pernah lagi mengaku penat. Balik dari kerja, dia akan urus rumah tangga sampai sempurna.
7. Waktu dia bertarung nyawa melahirkan anakku, aku sikit pun tak rasa kasihan. Mendengar jeritannya mengaduh kesakitan, aku rasa macam nak tutup telinga. Apa susah sangat, teran sajalah!
8. Dia ditahan di wad bersalin selama beberapa hari, kata doktor untuk memastikan keadaannya stabil. Lecehlah! Banyak kerja aku terbengkalai sebab kena jaga dia di wad. Projek besar pun banyak yang terlepas.
9. Disebabkan dia bekerja, aku jarang hulur duit belanja. Tu lah, siapa suruh bekerja? Jom lah kongsi duit gaji untuk rumah tangga. Pada tahun kelima perkahwinan barulah dia merungut yang aku baru sekali dua sahaja beri duit untuk bayar bil utiliti. Aku melenting.
10. Sepanjang perkahwinan, dialah yang beriya-iya mahu menyambut anniversary. Pada aku sama saja. Sambut atau tak sambut, tak ada beza.
11. Setiap kali balik ke rumah lewat malam, aku perasan sangat yang rumahku kemas, tidak berselerak. Aku tahu dia cuba juga melaksanakan tugasnya itu walaupun sepanjang siang penat kerana bekerja. Tapi aku tak pernah memuji. Biarlah, dah memang tanggungjawab dia. Seorang isteri, itulah kerjanya, kan?
12. Pernah dia masam muka kerana tak larat nak layan nafsu aku, lalu aku pun balas dengan perang dingin. Dia salah. Dia wajib layan aku. Kalau tak mahu layan aku, buat apa kahwin?
13. Sesungguhnya, dia tiada hak untuk tanya ke mana aku pergi, dengan siapa aku makan, pukul berapa aku balik ke rumah, ke mana wang kuhabiskan. Itu privasi aku! Aku kan suami!
14. Apa hak dia untuk persoalkan apa yang aku buat untuk ibu bapaku, adik-beradikku, saudara-maraku, datuk nenekku? Biarlah, mereka juga tanggungjawab aku. Bukankah aku wajib melebihkan ibu bapaku berbanding isteri?
15. Bukan hanya sekali, tetapi sudah berkali-kali aku sengaja biarkan dia pergi ke klinik sendirian untuk mengambil suntikan. Buat apa dia tulis di kalender? Kalau aku tak mahu temankan, pandai-pandailah dia bawa diri!
16. Dia yang gatal nak beli kereta tu jadi bayarlah sendiri! Kenapa nak minta duit aku pulak?
17. Walaupun aku berada berdekatan dengan sekolah anak-anak, biarlah dia saja yang ambil anak. Itukan tugas dia? Tugas aku, kan ke mencari nafkah, berapa kali nak cakap?
18. Dia kan bekerja, kenapa pulak nak ungkit-ungkit pasal nafkah? Kalau rasa tak mampu bayar bil, jangan langgan astro, tak payah pakai shower, jangan guna broadband, jangan guna kad kredit! Suka-suka mulut dia saja nak mintak duit lebih.
19. Eh, bukan ke dia tak boleh membantah kalau aku ajak dia balik rumah mak ayah aku? Dia isteri aku jadi dia hak aku. Dia wajib taat. Bukan ke ada hadis yang cakap, seorang isteri tak boleh balik tengok ibu bapanya walaupun mereka sakit/meninggal jika suami tak izinkan? Dia kan lulusan tinggi, takkan dia tak tahu hadis tu?
20. Dia mesti la hormat dengan ahli keluarga aku, iaitu mertua dan ipar-duainya. Apa hal nak buat musuh pulak. Takkan tak boleh fikir, kalau apa-apa berlaku, aku tetap akan balik ke rumah keluarga aku jugak. Dia? Pandai-pandailah!
21. Isy, dia ni memang suka menyusahkan aku la! Time aku sibuk tu lah dia nak ajak pergi jalan-jalan, pergi makan, pergi kedai, pergi sana, pergi sini, tak boleh pergi sendiri ke!
22. Aku dah bagi 200 ringgit sebulan, takkan malas masak jugak?
23. Dia makin jarang tunggu aku balik kerja. Selalunya bila aku sampai rumah, dia dah lena.
24. Aku tahu dialah yang tunggu anak-anak buat kerja rumah, beri mereka duit belanja sekolah, tunaikan apa saja permintaan mereka. Ha, itulah namanya harta sepencarian. Dia kan ada duit sendiri...
25. Kalau dia ada ramai kawan, kenapa aku tak boleh ada ramai kawan jugak? Lelaki atau perempuan, dia tak boleh persoalkan. Aku ni kan orang bisnes...
26. Dia dah ada kereta sendiri, jangan sibuk nak guna kereta aku pulak.
27. Tiap kali dia kata, "bang, sembahyanglah," selamba saja aku jawab, "tak payah, pahala abang dah berlori-lori."
28. Tak salahpun kalau apa-apa hal, aku tanya dalam telefon saja. Susah la nak bincang dengan dia, cerewet sangat. Dah tu, selalu tak nak sokong pendapat aku.
29. Setahu aku, dia tak pernah lagi tidak gosok pakaian aku. Jika dia hendak pergi kursus 5 hari, dia akan seterika baju aku lima pasang siap-siap. Jadi, tak payahlah aku terkial-kial cari baju dan seluar apa yang akan dipakai.
30. Selalunya, waktu aku buka mata setiap pagi, anak-anak sudah siap untuk pergi sekolah. Dia yang buat semuanya. Apa yang aku buat? Bangun mandi pukul 7;30 pagi, start enjin kereta lepas tu keluar.
31. Tak lama lagi bulan puasa akan sampai. Tak sabar aku nak tengok muka dia waktu aku makan mee goreng pukul 12 tengahari.
32. Akhir-akhir ini aku sengaja locked telefon bimbit dengan nombor pin yang sesiapapun tak tahu, waima dia. Aku tak sukalah kalau dia busy body tentang isi kandungan handset aku...
33. Sebenanrnya banyak lagi yang dia sudah buat dalam perkahwinan ini. Aku tahu hatinya luluh. Aku tahu dia kecewa...tapi, biarlah! Takkan aku nak pujuk dia tiap-tiap hari? Muak aku tengok dia selalu menangis. Sikit-sikit menangis. Dia ingat hati aku akan cair dengan air matanya tu? Sori lah! Lepas tu, suka sangat merajuk. Isy...rimas betul!
...hinggalah ke saat ini. Dia terlantar di hadapanku. Tubuhnya terbujur walaupun masih bernyawa. Dia koma! Aku dapat tahupun selepas beberapa jam dia dimasukkan ke ICU. Salah siapa? Salah aku juga kerana tak mahu jawab telefon yang didail dari nombor tetap. Aku ingat orang insuran nak buat promosi jadi aku memang tak ingin nak layan. Aku call dia tapi dia tak angkat. Dia memang macam tu, pantang aku buat salah sikit, dia bisu. Maklumlah, orang suka merajuk.
Rupa-rupanya dia tidak merajuk. Rupa-rupanya dia kemalangan waktu hendak menjawab panggilanku. Ketika itu dia sedang memandu. Matanya hanya beralih sekejap sahaja, dari jalan ke telefon bimbit dalam tas tangan. Kemudian, dia terbabas. Dia luka parah.
Allah....apa sudah aku buat? Kenapa selama ini aku terlalu prejudis? Kenapa atas dasar ego itu, aku butakan saja segala jasa pengorbanan isteri? ...paling tidak, tak berhakkah dia menerima layanan yang baik, ataupun sekadar ucapan terima kasih?
Baru aku teringat, doktor peribadinya pernah pesan, dia menghidap dua penyakit kronik. Jadi dia tidak boleh dibius, kerana bimbang oksigen tidak cukup dalam badan lalu mengundang musibah lain yang lebih besar, iaitu maut. Waktu doktor cakap macam tu, aku perasan matanya berkaca tapi aku buat tak endah. Pada aku, pandai-pandailah dia jaga diri kalau dah tahu ada penyakit. Banyak kali dia mengeluh yang aku ni tak mahu bawa dia berubat. Sekali lagi, ada aku kisah?
Sebelum aku tiba, doktor buat keputusan yang sukar, iaitu merawat luka parahnya dengan nekad membius seluruh badan. Mujurlah dalam keretanya ada rekod perubatan yang selalu diusung ke mana sahaja dia pergi, jadi mudah untuk sesiapa merujuk jika berlaku 'apa-apa'. Mengetahuinya, aku jadi lemah semangat. Isteriku berdikari, isteriku memang tabah. Dia sakit tenat tapi masih mampu melangkah bergaya di luar rumah. Dia tak mahu mengadu kepadaku sebab aku pernah menyangkalnya. Pernah dia kata, mama dah nak mati kot. Biasalah jawapanku...taklah, lambat lagi. Semuanya terbayang semula. Kenapa ya Tuhan, pada waktu dia memerlukan kekuatan daripada suami sendiri, aku sengaja mengabaikan perasaanya. Padaku, perasaan adalah nonsense! Kita mesti selalu pegang pada hakikat, bukannya perasaan atau emosi.
Aku lihat denyut nadinya lemah. Aku capai surah Yaasin. Teringat pula yang dia sering mengaji setiap malam, selepas solat Maghrib. Dia yang mengajar anak-anak mengaji. Aku? Aku tahu bacaan Yaasinku sendiri tidak betul. Kerasnya lidah untuk menyebut ayat Ilahi.
Saat ini, apa yang mesti aku lakukan? Egoku masih ada. Tetapi jika dia tiada, bagaimana hendak kuuruskan hidupku? Selama ini aku cuci kaki sahaja. Semuanya dia yang sediakan. Jika dia tiada?
Bangunlah sayang. Sedarlah semula. Abang minta maaf. Kali ini betul-betul minta maaf. Tengok ni, air mata abang jatuh kat tangan ayang. Ayang pun tahu, kan...waktu ahli keluarga abang meninggal pun air mata abang tak menitik. Tapi kali ini air mata abang muncul sendiri...bukan dipaksa-paksa. Abang tahu abang banyak menyusahkan sayang. Abang harap abang masih ada peluang untuk betulkan keadaan...tolonglah sayang!
Mengapa pula aku mesti menangis? Di hadapanku ini ada sekujur tubuh yang terlantar koma. Betapapun aku cuba menghindar, apa yang pernah dilakukan oleh sekujur tubuh itu bagai dilakonkan semula. Sebelum dia koma, aku sengaja menghalau bayangan-bayangan yang mengganggug, tentang apa yang pernah dilakukan untukku. Aku sengaja buat tak tahu. Aku sengaja tak mahu ambil tahu...
1. Kesudiannya menerimaku sebagai suaminya, sedangkan dia bukannya tak tahu, aku tiada pelajaran. Sedangkan kelulusannya setinggi awan. Kerjayanya juga bergaji lumayan. Dia tak kisah. Demi cinta, dia rela.
2. Kesudiannya mengandungkan zuriatku. Ternyata isteriku tidak mandul. Dan ternyata, aku lelaki yang berupaya. Benih yang kutanam dalam rahimnya membesar dengan subur. Dia termengah-mengah tapi aku buat tak endah. Biarlah, itu memang tugas dia: mengandungkan anakku.
3. Dia selalu cuba untuk memberitahuku sedikit-sedikit tentang kewajipan dalam Islam. Kata-katanya berhemah. Seboleh-boleh, dia tak mahu aku tersinggung walaupun sebenarnya tanggungjawab membimbing keluarga berada di tanganku sebagai ketua, bukan dia. Tapi aku buat tak endah juga. Padaku, apa hak dia menasihatiku? Bukannya aku tak tahu hukum-hakam agama. Bila suaranya kedengaran sedikit keras, selamba saja aku bidas dia dengan berkata, tengoklah tu...cakap suara meninggi. Tak reti hormat suami!
4. Aku selalu sibuk cari duit. Jadi, waktu hamil dia pergi ke klinik sendiri. Apa salahnya? Aku kan sibuk, lagipun dia pandai memandu. Takkan itupun tak faham? Dia jarang beritahu apa kata doktor selepas pemeriksaan. Ada aku kisah?
5. Sepanjang hamil, aku tak pernah menghantar dia ke tempat kerja. Jalan sesak, terpaksa keluar seawal pagi setiap hari...biarlah. Siapa suruh dia nak kerja sangat? Gaji aku, walaupun sikit, sebenarnya masih boleh sara keluarga!
6. Tiap kali dia mengadu penat, senang-senang saja aku suruh dia berhenti kerja. Dia terdiam. Lepas dapat jawapan power itu, dia tak pernah lagi mengaku penat. Balik dari kerja, dia akan urus rumah tangga sampai sempurna.
7. Waktu dia bertarung nyawa melahirkan anakku, aku sikit pun tak rasa kasihan. Mendengar jeritannya mengaduh kesakitan, aku rasa macam nak tutup telinga. Apa susah sangat, teran sajalah!
8. Dia ditahan di wad bersalin selama beberapa hari, kata doktor untuk memastikan keadaannya stabil. Lecehlah! Banyak kerja aku terbengkalai sebab kena jaga dia di wad. Projek besar pun banyak yang terlepas.
9. Disebabkan dia bekerja, aku jarang hulur duit belanja. Tu lah, siapa suruh bekerja? Jom lah kongsi duit gaji untuk rumah tangga. Pada tahun kelima perkahwinan barulah dia merungut yang aku baru sekali dua sahaja beri duit untuk bayar bil utiliti. Aku melenting.
10. Sepanjang perkahwinan, dialah yang beriya-iya mahu menyambut anniversary. Pada aku sama saja. Sambut atau tak sambut, tak ada beza.
11. Setiap kali balik ke rumah lewat malam, aku perasan sangat yang rumahku kemas, tidak berselerak. Aku tahu dia cuba juga melaksanakan tugasnya itu walaupun sepanjang siang penat kerana bekerja. Tapi aku tak pernah memuji. Biarlah, dah memang tanggungjawab dia. Seorang isteri, itulah kerjanya, kan?
12. Pernah dia masam muka kerana tak larat nak layan nafsu aku, lalu aku pun balas dengan perang dingin. Dia salah. Dia wajib layan aku. Kalau tak mahu layan aku, buat apa kahwin?
13. Sesungguhnya, dia tiada hak untuk tanya ke mana aku pergi, dengan siapa aku makan, pukul berapa aku balik ke rumah, ke mana wang kuhabiskan. Itu privasi aku! Aku kan suami!
14. Apa hak dia untuk persoalkan apa yang aku buat untuk ibu bapaku, adik-beradikku, saudara-maraku, datuk nenekku? Biarlah, mereka juga tanggungjawab aku. Bukankah aku wajib melebihkan ibu bapaku berbanding isteri?
15. Bukan hanya sekali, tetapi sudah berkali-kali aku sengaja biarkan dia pergi ke klinik sendirian untuk mengambil suntikan. Buat apa dia tulis di kalender? Kalau aku tak mahu temankan, pandai-pandailah dia bawa diri!
16. Dia yang gatal nak beli kereta tu jadi bayarlah sendiri! Kenapa nak minta duit aku pulak?
17. Walaupun aku berada berdekatan dengan sekolah anak-anak, biarlah dia saja yang ambil anak. Itukan tugas dia? Tugas aku, kan ke mencari nafkah, berapa kali nak cakap?
18. Dia kan bekerja, kenapa pulak nak ungkit-ungkit pasal nafkah? Kalau rasa tak mampu bayar bil, jangan langgan astro, tak payah pakai shower, jangan guna broadband, jangan guna kad kredit! Suka-suka mulut dia saja nak mintak duit lebih.
19. Eh, bukan ke dia tak boleh membantah kalau aku ajak dia balik rumah mak ayah aku? Dia isteri aku jadi dia hak aku. Dia wajib taat. Bukan ke ada hadis yang cakap, seorang isteri tak boleh balik tengok ibu bapanya walaupun mereka sakit/meninggal jika suami tak izinkan? Dia kan lulusan tinggi, takkan dia tak tahu hadis tu?
20. Dia mesti la hormat dengan ahli keluarga aku, iaitu mertua dan ipar-duainya. Apa hal nak buat musuh pulak. Takkan tak boleh fikir, kalau apa-apa berlaku, aku tetap akan balik ke rumah keluarga aku jugak. Dia? Pandai-pandailah!
21. Isy, dia ni memang suka menyusahkan aku la! Time aku sibuk tu lah dia nak ajak pergi jalan-jalan, pergi makan, pergi kedai, pergi sana, pergi sini, tak boleh pergi sendiri ke!
22. Aku dah bagi 200 ringgit sebulan, takkan malas masak jugak?
23. Dia makin jarang tunggu aku balik kerja. Selalunya bila aku sampai rumah, dia dah lena.
24. Aku tahu dialah yang tunggu anak-anak buat kerja rumah, beri mereka duit belanja sekolah, tunaikan apa saja permintaan mereka. Ha, itulah namanya harta sepencarian. Dia kan ada duit sendiri...
25. Kalau dia ada ramai kawan, kenapa aku tak boleh ada ramai kawan jugak? Lelaki atau perempuan, dia tak boleh persoalkan. Aku ni kan orang bisnes...
26. Dia dah ada kereta sendiri, jangan sibuk nak guna kereta aku pulak.
27. Tiap kali dia kata, "bang, sembahyanglah," selamba saja aku jawab, "tak payah, pahala abang dah berlori-lori."
28. Tak salahpun kalau apa-apa hal, aku tanya dalam telefon saja. Susah la nak bincang dengan dia, cerewet sangat. Dah tu, selalu tak nak sokong pendapat aku.
29. Setahu aku, dia tak pernah lagi tidak gosok pakaian aku. Jika dia hendak pergi kursus 5 hari, dia akan seterika baju aku lima pasang siap-siap. Jadi, tak payahlah aku terkial-kial cari baju dan seluar apa yang akan dipakai.
30. Selalunya, waktu aku buka mata setiap pagi, anak-anak sudah siap untuk pergi sekolah. Dia yang buat semuanya. Apa yang aku buat? Bangun mandi pukul 7;30 pagi, start enjin kereta lepas tu keluar.
31. Tak lama lagi bulan puasa akan sampai. Tak sabar aku nak tengok muka dia waktu aku makan mee goreng pukul 12 tengahari.
32. Akhir-akhir ini aku sengaja locked telefon bimbit dengan nombor pin yang sesiapapun tak tahu, waima dia. Aku tak sukalah kalau dia busy body tentang isi kandungan handset aku...
33. Sebenanrnya banyak lagi yang dia sudah buat dalam perkahwinan ini. Aku tahu hatinya luluh. Aku tahu dia kecewa...tapi, biarlah! Takkan aku nak pujuk dia tiap-tiap hari? Muak aku tengok dia selalu menangis. Sikit-sikit menangis. Dia ingat hati aku akan cair dengan air matanya tu? Sori lah! Lepas tu, suka sangat merajuk. Isy...rimas betul!
...hinggalah ke saat ini. Dia terlantar di hadapanku. Tubuhnya terbujur walaupun masih bernyawa. Dia koma! Aku dapat tahupun selepas beberapa jam dia dimasukkan ke ICU. Salah siapa? Salah aku juga kerana tak mahu jawab telefon yang didail dari nombor tetap. Aku ingat orang insuran nak buat promosi jadi aku memang tak ingin nak layan. Aku call dia tapi dia tak angkat. Dia memang macam tu, pantang aku buat salah sikit, dia bisu. Maklumlah, orang suka merajuk.
Rupa-rupanya dia tidak merajuk. Rupa-rupanya dia kemalangan waktu hendak menjawab panggilanku. Ketika itu dia sedang memandu. Matanya hanya beralih sekejap sahaja, dari jalan ke telefon bimbit dalam tas tangan. Kemudian, dia terbabas. Dia luka parah.
Allah....apa sudah aku buat? Kenapa selama ini aku terlalu prejudis? Kenapa atas dasar ego itu, aku butakan saja segala jasa pengorbanan isteri? ...paling tidak, tak berhakkah dia menerima layanan yang baik, ataupun sekadar ucapan terima kasih?
Baru aku teringat, doktor peribadinya pernah pesan, dia menghidap dua penyakit kronik. Jadi dia tidak boleh dibius, kerana bimbang oksigen tidak cukup dalam badan lalu mengundang musibah lain yang lebih besar, iaitu maut. Waktu doktor cakap macam tu, aku perasan matanya berkaca tapi aku buat tak endah. Pada aku, pandai-pandailah dia jaga diri kalau dah tahu ada penyakit. Banyak kali dia mengeluh yang aku ni tak mahu bawa dia berubat. Sekali lagi, ada aku kisah?
Sebelum aku tiba, doktor buat keputusan yang sukar, iaitu merawat luka parahnya dengan nekad membius seluruh badan. Mujurlah dalam keretanya ada rekod perubatan yang selalu diusung ke mana sahaja dia pergi, jadi mudah untuk sesiapa merujuk jika berlaku 'apa-apa'. Mengetahuinya, aku jadi lemah semangat. Isteriku berdikari, isteriku memang tabah. Dia sakit tenat tapi masih mampu melangkah bergaya di luar rumah. Dia tak mahu mengadu kepadaku sebab aku pernah menyangkalnya. Pernah dia kata, mama dah nak mati kot. Biasalah jawapanku...taklah, lambat lagi. Semuanya terbayang semula. Kenapa ya Tuhan, pada waktu dia memerlukan kekuatan daripada suami sendiri, aku sengaja mengabaikan perasaanya. Padaku, perasaan adalah nonsense! Kita mesti selalu pegang pada hakikat, bukannya perasaan atau emosi.
Aku lihat denyut nadinya lemah. Aku capai surah Yaasin. Teringat pula yang dia sering mengaji setiap malam, selepas solat Maghrib. Dia yang mengajar anak-anak mengaji. Aku? Aku tahu bacaan Yaasinku sendiri tidak betul. Kerasnya lidah untuk menyebut ayat Ilahi.
Saat ini, apa yang mesti aku lakukan? Egoku masih ada. Tetapi jika dia tiada, bagaimana hendak kuuruskan hidupku? Selama ini aku cuci kaki sahaja. Semuanya dia yang sediakan. Jika dia tiada?
Bangunlah sayang. Sedarlah semula. Abang minta maaf. Kali ini betul-betul minta maaf. Tengok ni, air mata abang jatuh kat tangan ayang. Ayang pun tahu, kan...waktu ahli keluarga abang meninggal pun air mata abang tak menitik. Tapi kali ini air mata abang muncul sendiri...bukan dipaksa-paksa. Abang tahu abang banyak menyusahkan sayang. Abang harap abang masih ada peluang untuk betulkan keadaan...tolonglah sayang!
Sakit Tanda Sihat?
Rasa sakit selalu dianggap sebagai gangguan pada tubuh badan. Tahukah anda, apakah isyarat daripada rasa sakit tersebut?
Peranan rasa sakit sebenarnya untuk memberitahu si pesakit bahawa ada bahagian pada tubuh badan yang perlu diberi perhatian. Sakit perut mungkin disebabkan kita tidak memberi tumpuan ketika memilih makanan, makan dengan gelojoh atau tidak makan pada masa sepatutnya. Jadi, orang itu perlulah memberi perhatian kepada pemakanannya.
Rasa sakit kepala mungkin disebabkan terlalu banyak bekerja menggunakan otak atau banyak berfikir. Maka seseorang itu perlukan rehat bagi melegakan kesakitan tersebut.
Rasa sakit sebenarnya adalah petanda bahawa proses pemulihan kepada tubuh badan perlu disegerakan sebelum sakit yang lebih teruk berlaku. Rasa sakit ini sebagai amaran kepada manusia agar tidak menggunakan anggota tersebut secara berlebih-lebihan sehinggalah proses pemulihan selesai....
~so simple~
Peranan rasa sakit sebenarnya untuk memberitahu si pesakit bahawa ada bahagian pada tubuh badan yang perlu diberi perhatian. Sakit perut mungkin disebabkan kita tidak memberi tumpuan ketika memilih makanan, makan dengan gelojoh atau tidak makan pada masa sepatutnya. Jadi, orang itu perlulah memberi perhatian kepada pemakanannya.
Rasa sakit kepala mungkin disebabkan terlalu banyak bekerja menggunakan otak atau banyak berfikir. Maka seseorang itu perlukan rehat bagi melegakan kesakitan tersebut.
Rasa sakit sebenarnya adalah petanda bahawa proses pemulihan kepada tubuh badan perlu disegerakan sebelum sakit yang lebih teruk berlaku. Rasa sakit ini sebagai amaran kepada manusia agar tidak menggunakan anggota tersebut secara berlebih-lebihan sehinggalah proses pemulihan selesai....
~so simple~
Tuesday, May 3, 2011
Takdir Yang Sempurna
Setiap kali emak saya ditanya tentang anak-anaknya, beliau pasti akan jawab, "Anak saya kelopak bunga raya." Nota saya: bunga raya merah jambu...
Kenapa begitu? Kerana kami lima beradik dan semuanya perempuan. Jadi, sesuailah kan, diumpamakan bunga raya warna merah jambu...
Bulan Mei merupakan bulan yang paling istimewa. Kami lima beradik. Tiga daripada kami menyambut hari lahir pada bulan Mei...dan tiga daripada kami akan menyambut Hari Guru, juga pada bulan ini.
Saya sangat bersyukur, kerana perjalanan kami menuntut ilmu dan membina masa depan sentiasa dimudahkan oleh Ilahi. Itulah berkat didikan emak dan ayah. Emak pernah cakap pada saya, "Mak bagi didikan akhirat. Sebab tu lah anak-anak mak dapat dua-dua. Yang dunia pun dapat, yang akhirat pun dapat."
Bukan hendak berbangga lebih-lebih, tapi apa salahnya jika kami berbangga kerana tamat mengaji Quran sebelum umur 10 tahun. Kami lima beradik, alhamdulillah tiada masalah memahami kitab agama. Itupun berkat hendak meniru ayah yang pernah mengajar sekolah agama, pernah beri kuliah di masjid dan sampai sekarang semua orang panggil beliau ustaz.
Mungkin kerana teladan itu jugalah, saya dan dua orang adik berjaya jadi guru. Dua lagi adik di bawah saya juga nampaknya macam nak jadi guru juga. Emak seboleh-solehnya mahu anak bongsu menjadi doktor tapi adik saya sendiri nampaknya macam tak berapa minat walaupun kami semua yakin dia mampu. "Tak naklah. Adik nak jadi cikgu jugak," Bila ditanya kenapa? "Yalah, nanti semua orang cuti, adik tak cuti,"
Ternyata kami sungguh bahagia. Sehingga ke tarikh saya menulis blog ini, saya rasa bersyukur kerana Allah sentiasa menyatukan kami adik-beradik di rumah mak dan ayah. Disebabkan saya dan dua orang adik menjadi cikgu, seorang dalam kursus ijazah dan seorang lagi di Tingkatan Empat, biasanya cuti kami sama. Jadi, kami sentiasa boleh berjumpa setiap kali waktu cuti.
ketika berhari raya di rumah bapa saudara
pendaftaran adik ke-3 di UNiSZA
konvokesyen adik yang ke-2 (OUM)
sehari di Pulau Pinang
menyambut ulangtahun perkahwinan bersama keluarga...Pulau Pangkor
saat gembira adik bongsu mendapat straight A dalam PMR
pergi kenduri pun masih sama-sama...
Sempena bulan yang istimewa ini, saya ingin mengucapkan:
1. Selamat Hari Ibu kepada emak, diri saya dan adik pertama saya, K. Ina.
2. Selamat Hari Guru kepada diri saya, adik pertama saya, K. Ina dan adik kedua saya, Ema.
3. Selamat Hari Lahir buat diri saya, adik pertama saya, K. Ina dan adik ketiga saya, Uneh.
Ingin saya mengharapkan semoga kebahagiaan ini berkekalan...
Subscribe to:
Posts (Atom)